22 Maret 2020

#DiRumahAja Bukan Masalah untuk Kebaikan Bersama.

Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay 

“Home is a shelter from storms-all sorts of storms.” — William J. Bennett

Dirumah saja??? Hari minggu, pastinya berkumpul dengan keluarga adalah sebuah keasyikan tersendiri, jauh-jauh hari telah direncanakan. Ada yang menghabiskan waktu bersama untuk pergi ke pantai, sekedar janjian makan siang bersama di tempat makan yang sesuai dengan hati atau ada juga yang hanya menghabiskan waktu untuk bermain sepuasnya dengan anak. Didalam ataupun diluar rumah hari minggu adalah saat yang tepat untuk berkumpul bersama keluarga atau pun dengan teman bagi yang belum memiliki keluarga.
Ada pemandangan yang lain dalam beberapa hari ini, sejak adanya himbauan dari pemerintah buat warganya agar mengurangi banyak aktivitas diluar rumah. Bahkan pemerintah mewanti-wanti jika tidak ada keperluan yang sangat mendesak agar masyarakat hanya berdiam diri di rumah saja. Himbauan ini disampaikan pemerintah sejak adanya warga Indonesia yang terjangkiti Coronavirus (Covid-19). Pemerintah lewat instansi terkait bahkan menerbitkan pemberitahuan untuk meliburkan anak-anak sekolah dari tingkat Taman Kanak-kanak sampai Tingkat. Beberapa Universitas juga turut menghentikan aktivitas perkuliahan untuk sementara. Perkantoran pemerintah dan swasta pun mulai menginstruksikan pegawainya untuk bekerja dari rumah.
Pemerintah tidak mau mengambil resiko, mengingat Coronavirus sangat sulit terdeteksi karena sifatnya yang tidak terlihat secara kasat mata bahkan penderita yang terkena virus korona ini pun bisa saja tidak menunjukkan gejala-gejala tertentu jika mereka terkena virus tersebut. Antisipasi terhadap penyebaran virus korona ini untuk meliburkan anak-anak sekolah sangat baik dan langkah nyata untuk mengurangi dampak penyebarannya. Apalagi anak-anak seumuran mereka memang senang bermain dan berkumpul selama jam aktif di sekolah.
Pembatasan sosial (social distancing) juga diberlakukan di beberapa daerah. Social distancing menurut Wikipedia adalah serangkaian tindakan pengendalian infeksi non farmasi yang dimaksudkan untuk menghentikan atau memperlambat penyebaran penyakit menular. Langkah ini memang tepat diambil untuk mengurangi percepatan dari penularan virus korona ini. Langkah-langkah untuk memberlakukan pembatasan sosial memang bukan hal utama dalam memberhentikan penyebaran laju pertumbuhan virus korona ini, tapi bagian dari upaya antisipasi dalam melindungi diri dan keluarga dari penyebaran virus ini dirasakan sangat efektif, contohnya negara Tiongkok yang berhasil menekan penyebaran virus ini saat negara mereka di serang virus tersebut di Kota Wuhan Provinsi Huebei, Tiongkok. Bahkan kini mereka melaporkan jumlah penurunan korban yang sangat signifikan.
Bagi yang memang suka di rumah pastinya himbauan pemerintah ini dianggap biasa saja dan merasa senang dengannya, tapi bagaimana dengan yang biasa beraktifitas di luar rumah. Tidak semua orang memang mengikuti anjuran agar sebisa mungkin berada di rumah saja dalam kondisi seperti ini. Rasa tidak nyaman juga turut serta mengikutinya, bagi yang tidak biasa berdiam lama di rumah memang tidak mengasikkan tentunya. Tapi demi kebaikan bersama serta demi orang-orang tercinta mau tidak mau mereka harus menerapkannya.
Mengurangi aktifitas diluar rumah juga dapat mengurangi pekerjaan para tim perawat di rumah sakit yang telah banyak berkorban waktu dan terus berjuang menyembuhkan para korban virus korona. Mereka sangat berharap peran masyarakat untuk sebisa mungkin mengurangi faktor-faktor penyebab penyebaran virus ini, dengan adanya pembatasan sosial penyebaran virus ini akan sedikit berkurang sehingga bisa meringankan beban kerja mereka di rumah sakit. Semua elemen masyarakat harus bersama-sama melawan penyebaran virus ini.
Himbauan untuk dirumah saja bisa dijadikan sebagai moment kepada semua masyarakat untuk kembali kepada kehangatan keluarga yang telah lama menghilang pada keluarga Indonesia khususnya. Memikirkan kembali makna hubungan dalam keluarga, atau bisa jadi ini adalah awal untuk menumbuhkan kembali kecintaan sesama anggota keluarga dan kepedulian kita antar sesama warga masyarakat dalam menyikapi sesuatu yang sedang terjadi pada saat ini. Semoga kebaikan untuk kita semua, Bangsa Indonesia.

16 Maret 2020

Coronavirus, Lockdown dan Penafsiran Bebas ala Warkop

Gambar oleh Dimitris Vetsikas dari Pixabay
Corona Virus (Covid-19) saya tidak menjelaskan apa itu virus korona, karena sebagian dari kita sejak istilah itu mulai ramai di media kita sudah dijejali dengan istilah tersebut. Masyarakat dunia sudah menjadikannya sebagai buah bibir dimanapun mereka berada, bertemu dan saling berdiskusi dengan tema korona ini. Bahkan di warung kopi acil pinggir kota pun tak kalah serunya ketika sudah membahas virus korona tersebut, dari mulai sejarah kemunculannya sampai kutukan-kutukan di belakang virus tersebut turut menghiasi tema virus ini. Bahkan bisa jadi beda pandangan pilihan politik saat pemilihan presiden pun bisa turut menghasilkan persepsi perbedaan soal kemunculan virus ini.

Kadang tersenyum tipis, pandangan agak ke samping, dahi berkerut sampai tertawa lebar turut menyertai obrolan saat mendengarkan beberapa orang berpandangan soal virus ini. Masyarakat pinggir kota kadang memiliki cara tersendiri dalam menyikapi sebuah pandemi yang lagi ramai diberitakan saat ini. Aku berpikir hanya dengan bersikap seperti ini kita di pinggiran kota bisa sedikit santai dalam menghadapi pandemi yang sedang mendunia saat ini.

"Ini semua soal takdir” celetuk santai dari yang lainnya, “toh peringatan dibungkus rokok saja kita lawan” lalu mereka semua mengaminkan, sembari menghisap dan mengeluarkan asap rokok dari masing-masing mulutnya. Segelas kopi telah habis dan pembahasan korona makin ramai dengan update-an berita terbaru untuk dibahas. 


Televisi disudut warung bagian atas dengan volume yang agak besar tidak lupa terus menyampaikan berita-berita terbaru soal virus ini. Pilihan saluran berita menjadi hal wajib bagi sebuah warung kopi pinggiran kota mengingat tidak semua langganan warung tersebut memiliki telepon pintar untuk dijadikan rujukan dalam hal mendapatkan berita terbaru. Mungkin belum, bisa jadi ketika harga telepon pintar sudah murah dan warung kopi juga menyediakan akses internet gratis televisi di pojok warung tersebut hanya jadi penghias saja dan akan jarang “hidup”

Tetapi beberapa hari ini mereka mulai sedikit serius dalam menyikapi setiap berita baru yang tayang di televisi, jumlah korban meninggal yang menjadi soal. Setiap hari media televisi menyampaikan data terbaru korban meninggal dunia yang diakibatkan virus ini. Wajah serius menyimak sebuah berita mulai terlihat, sudah jarang celetukan-celetukan menghiasi setiap berita terbaru yang disampaikan oleh televisi.

Lockdown! Istilah ini pun mulai tidak asing lagi bagi mereka, work from home, belajar di rumah mulai mereka pertanyakan, yang dulunya mereka tidak pernah tahu apa itu lockdown pun mulai mereka sebutkan dalam perbincangan di warung kopi. Apa itu lockdown, istilah baru dan pastinya menambah referensi saat perbincangan ringan di warung kopi dengan penafsiran bebas mereka soal istilah lockdown yaitu berhenti bekerja. Walaupun sejatinya ketika lockdown memang diterapkan mereka tidak akan bebas berkumpul santai di warung-warung pinggir jalan.

Kebingungan sedikit bertambah lagi, ketika anak-anak mereka di liburkan dari sekolahnya. Pemerintah daerah kembali mengeluarkan istilah “local lockdown” kali ini istilah lockdown mendapat tambahan kata “local.” Semua sekolah mulai dari tingkatan TK sampai SMA diliburkan selama dua minggu tetapi tetap belajar di rumah masing-masing dengan mengurangi kegiatan diluar rumah. Bagi sebagian anak-anak mereka diliburkan berarti libur yang sesungguhnya. Apa daya masyarakat pinggiran kota belum terbiasa dengan kegiatan belajar secara online. Beda kasus dengan permainan online yang mereka kuasai saat ini.

Ada sedikit kegoncangan dengan perkembangan virus korona beberapa saat ini, masyarakat kita dari yang tadi santai menghadapi berita dampak virus korona yang terjadi di negara Tiongkok menjadi sedikit fokus saat virus ini mulai berdampak pada kehidupan mereka sehari-hari.

Tetapi tetap saja, lucu-lucuan dalam membahas virus ini selalu ada. Setidaknya mereka mulai melupakan penafsiran-penafsiran dari mana virus ini berasal, seperti bahwa virus ini adalah “tentara Allah” dan apalah-apalah yang menyertainya. Kesadaran bersama akan dampak dari virus ini bagi kehidupan kita bersama bisa jadi menjadi modal dasar bagi kita semua untuk bersama menghadapinya.

“Tidak ada penyakit yang tidak ada obatnya” sebuah celetukan yang memberi semangat pun muncul, sembari beberapa orang menyeruput kopi lalu menghisap rokoknya masing-masing.

10 Maret 2020

BPJS Batal Naik (bukan opini dari ahli)

BPJS Batal Naik (Dok. Pribadi)
BPJS batal naik,...

TOK,...MA (Mahkamah Agung) pun sudah mengetuk palu (mungkin gambarannya seperti itu) langsung gemanya tersebar sampai ke sosial media, sebuah dunia maya yang bising langsung bereaksi, senang dan bahagia, bahkan mereka dengan ikhlas menyebarkan ke seantero dunia per-sosmed-an. Sebuah dunia dimana suatu kejadian dapat dengan mudahnya menyebar ketangan-tangan para pemegang “sematpon” yang budiman.

BPJS atau Badan Penyelenggara Jaminan Sosial bisa menjadi sebuah kalimat ajaib yang menyihir para warga +62 untuk bereaksi atas sekecil apapun itu, apalagi menyangkut dengan istilah BPJS ini. Rasanya saya pun pura-pura untuk tidak mengambil pusing dengan kejadian di MA tadi. Maaf pura-pura tidak ambil pusing pasti akan beda pengertiannya dengan tidak mau tahu, walaupun pada dasarnya kita tetap mau tau.

Saya adalah orang yang juga punya masalah dengan BPJS tentunya, ini rahasia sebenarnya. Keputusan yang diambil oleh MA pada dasarnya bisa menjadi angin segar bagi warga negara ini, di bawah bayang-bayang isu virus korona yang telah menghampiri negri ini. Beberapa hari ini kita disibukkan dengan “ketakutan” akan wabah virus korona, ditambah dengan serbuan berita-berita dari media mainstream maupun media "anu" yang begitu all out dalam memberitakan soal wabah ini.

Virus korona yang masuk di Indonesia bisa jadi sebenarnya sudah lama masuk, cuman kita saja yang belum sadar (ini pendapat saya) kepanikan pun terjadi, panic buying entah apa istilahnya pun terjadi apalagi setelah Presiden kita mengumumkannya di media. Dari aksi borong dan timbun masker sampai dengan aksi borong sembako pun terjadi. Rasanya wajar jika hal ini terjadi, yah mengingat itu tadi, media yang sangat gencar mengabarkan akan dampak dan bagaimana proses virus itu menyebar.

BPJS yang ditolak oleh MA semacam pereda sesaat dari kepanikan akan penyebaran virus korona dan teror berita yang menyertainya, teror disini adalah penyebaran berita-berita yang terlalu-lalu alias dibumbui apalah-apalah. BPJS batal naik yang ramai diberitakan dan dibagikan di sosial media juga bagian dari “kepanikan” cuma kepanikan disini bisa berarti lain. Bisa jadi justru pemerintah yang panik dengan keputusan ini.

Akankah pemerintah mengambil kebijakan-kebijakan lain dari putusan MA kali ini, mengingat defisit yang terjadi pada tubuh BPJS di negeri ini bukan sedikit jumlahnya, konon katanya sampai puluhan trilliun besarannya. Malah uang dari rokok pun dipakai untuk menutupi besaran defisit yang terjadi di tubuh BPJS itu sendiri,heeem..."Rokok". Panik? Sudah pasti lah. Batalnya kenaikan ini akan menambah beban anggaran ditambah dengan kepanikan isu virus korona yang sedang terjadi saat ini. BPJS batal naik menjadi berita baik bagi warga negara dan menjadi berita buruk bagi keuangan negara, nah looh.

BPJS, Korona dan KITA

Bagi warga Indonesia sendiri isu virus korona ini telah mengambil sedikit kelelahan dalam keseharian, kita dihantui dengan beberapa mis-informasi yang berkembang di jagat sosial media. Kita telah di paksa untuk tunduk pada media dengan segala informasinya yang berkembang. Apakah ini semacam candu informasi yang terus diberikan kepada kita. Dampaknya apa? Bisa jadi kita kecanduan dan dipaksa untuk mengikuti setiap alur informasi yang berseliweran di hape canggih kita. Semacam FOMO (fear of missing out) Sekecil apapun perkembangan soal isu korona ini adalah kewajiban kita untuk mengetahuinya lebih cepat.

Sama dengan berita BPJS yang batal naik tadi diatas, berita ini lagi-lagi adalah berita segar nan menggembirakan bagi masyarakat kita dibawah bayang-bayang berita virus korona dengan semua dampaknya yang bisa terjadi jika kita memang lagi apes terkena atau terjangkitinya. Bahkan bisa juga semacam takdir yang tertulis bahwa kita sedang terjangkiti virus korona kelak. Saya berharap kita semua dapat melalui ”cobaan” ini dengan selalu berpikir positif bahwa semua ini akan segera bisa kita lewati bersama. Toh bukan kali ini saja masyarakat dunia berhadapan dengan ujian wabah penyakit yang mematikan. Beberapa puluh tahun silam pun masyarakat dunia pernah di serang dengan beberapa wabah yang sangat mematikan. Mungkin bisa jadi wabah virus berita hoax pun sebenarnya jadi sangat mematikan, minimal bisa mematikan akal sehat kita. 

(ini hanya opini -receh- saya)