26 November 2019

Biografi Eka Kurniawan

(sumber: news.detik.com)
Eka Kurniawan merupakan salah satu pewaris sastra di Indonesia untuk saat ini. Namanya kini sudah menjadi jaminan dari sebuah karya sastra Indonesia serta diakui oleh dunia. Eka Kurniawan yang lahir di Tasikmalaya, 28 November 1975 silam menyelesaikan pendidikan di Universitas Gadjah Mada Fakultas Filsafat. Menekuni sastra sejak SMP, Pramoedya Ananta Toer adalah salah satu tokoh sastra yang menjadi panutannya turut mempengaruhi karyanya sejak awal. Bahkan sosok Pram telah menjadi topik penelitian skripsinya yang berjudul “Pramoedya Ananta Toer dan Sastra Realisme Sosialis” dimana hasil penelitian ini telah dibukukan pada tahun 1999.

Karya-karya yang dihasilkan oleh Eka Kurniawan berhasil menempati posisi atas karya sastra yang bernilai dan paling banyak diminati oleh penggemar sastra saat ini. Karya dari Eka Kurniawan bahkan telah banyak dialihbahasakan oleh beberapa penerbit luar negeri dan juga berhasil menjadi karya yang paling banyak mendapatkan apresiasi positif dari pengamat sastra di luar negeri. Karya novelnya yang berjudul “Cantik itu Luka” kini telah diterbitkan lebih dari 30 bahasa di dunia, ini merupakan sebuah kebanggaan tersendiri serta menjadi pengakuan atas karya anak bangsa Indonesia.

Karya-karya Eka Kurniawan:

1. Cantik itu Luka (Novel, 2002) Gramedia Pustaka Utama
2. Lelaki Harimau (Novel, 2004) Gramedia Pustaka Utama
3. Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas (Novel, 2014) Gramedia Pustaka Utama
4. O (Novel, 2016) Gramedia Pustaka Utama
5. Corat-coret di Toilet (Cerita Pendek, 2000) Gramedia Pustaka Utama
6. Gelak Sedih (Cerita Pendek, 2005) Gramedia Pustaka Utama
7. Cinta Tak Ada mati (Cerita Pendek, 2005) Gramedia Pustaka Utama
8. Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi (Cerita Pendek, 2015) Gramedia Pustaka Utama
9. Pramoedya Ananta Toer dan Sastra Realisme Sosialis (Non Fiksi, 1999) Gramedia Pustaka Utama
10. Senyap yang Lebih Nyaring, Blog 2012-2014 (Non Fiksi, 2019) Gramedia Pustaka Utama.

Penghargaan-penghargaan yang diterima Eka Kurniawan:

1. 100 Global Thinkers (2015) dari Foreign Policy Journal
2. Book of the Year (2015) untuk Novel Lelaki Harimau dari IKAPI
3. World Readers Award (2016) untuk Novel Cantik itu Luka.
4. Emerging Voices 2016 Fiction Award (2016) untuk Novel Lelaki Harimau
5. Penghargaan Sastra Badan Bahasa (2016) Untuk Karya Cinta Tak Ada Mati
6. Prince Claus Award (2018) Kategori Sastra dari kerajaan Belanda
7. Nominasi Anugrah Kebudayaan dan Maestro Seni Tradisi (2019) dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Kategori Pencipta, Pelopor dan Pembaharu.

Ada sisi menarik untuk penghargaan terakhir yang diterima oleh Eka Kurniawan di tahun 2019 ini, dia secara terang-terangan menolak untuk sebuah penghargaan yang akan diterimanya dalam acara Malam Anugerah Kebudayaan dan Maestro Seni Tradisi 2019 yang digelar dalam acara Pekan Kebudayaan Nasional (PKN) yang dilaksanakan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Biarpun Eka Kurniawan menolak untuk menghadiri pemberian penghargaan tersebut, acara yang berlangsung di Jakarta pada tanggal 10 Oktober 2019 tersebut tetap meriah sebagai bentuk apresiasi negara terhadap kerja-kerja anak bangsa yang telah mencurahkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk kemajuan kebudayaan di Indonesia. 

Eka Kurniawan lewat laman akun sosial medianya menyampaikan penolakannya untuk menerima penghargaan tersebut. Lewat sosial media pula dia mengungkapkan beberapa alasan mengapa dia menolak untuk menerima penghargaan tersebut. Diantaranya adalah tidak ada perlindungan yang pasti terhadap kerja-kerja kebudayaan, perlindungan terhadap industri perbukuan.

Perlindungan bagi seniman dan penulis yang berada di negara ini terasa belum dirasakan baginya, semisal pembajakan buku-buku hasil karya mereka serta kebebasan berekspresi dari para seniman di Indonesia. Negara belum maksimal untuk memberikan ruang yang lebih besar bagi kebebasan berekspresi seperti contoh kasus perampasan dan razia buku-buku beberapa waktu lalu. 

Eka Kurniawan dengan berbagai karya serta penghargaan yang diterimanya telah berhasil membawa harum nama bangsa Indonesia di kancah internasioanl. Ternyata kita masih bisa melahirkan tokoh-tokoh muda dalam dunia sastra yang telah diakui oleh masyarakat dunia saat ini, kita juga belum habis untuk terus melahirkan para penjaga sastra di era modern saat ini. Banyaknya bermunculan satrawan-sastrawan muda saat ini juga menunjukkan bahwa tingkat literasi di negara kita Indonesia masih cukup tinggi, tinggal bagaimana kita semua untuk terus bisa menyebarkan kepada masyarakat luas akan pentingnya gerakan literasi pada saat ini.

(Tulisan ini diolah dari berbagai sumber dan digunakan untuk bahan naskah Lomba Presentasi Tokoh Kebahasaan dan Kesastraan Indonesia Bagi Guru di Kota Balikpapan pada tanggal 25 November 2019 yang diadakan oleh Kantor Bahasa Kalimantan Timur)

2 komentar:

  1. Aku punya koleksi buku Eka diantaranya : Corat-Coret di Toilet, Lelaki Harimau, Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar, Cinta Tak Ada Mati,
    -
    Aku pengen beli yang Cantik itu Luka, tapi suka tergiur dengan karya Eka yang baru.

    BalasHapus