07 November 2019

Minggu yang Berkesan dan Terjadi Lagi

Dok. Pribadi

       Minggu itu, adalah hari yang paling berkesan, berkesan dan juga paling membingungkan. Bukan itu saja, beberapa hari sebelumnya juga ada kejadian yang sangat berkesan. Saya bukan membahas soal berkesannya semua kejadian, tapi bagaimana semua kesan tersebut menjadi sangat bernilai. Bernilainya sebuah kejadian bisa jadi memang menjadi kesan tersendiri di dalam kehidupan. 
    Tidak ada kendala satu pun ketika semua kelengkapan dan keamanan di periksa sebelum melakukan perjalanan. Tekanan ban normal, sistem pengereman semua normal dan berfungsi dengan baik, keamanan dari sisi perlengkapan pakaian juga sudah memadai, dan terpenting adalah bahan bakar sudah terisi cukup untuk melakukan perjalanan rutin. 
   Rute Samarinda – Balikpapan (Sambal) biasanya memakan waktu normal 1 jam 50an menit, bisa lebih, tapi di bawah waktu tempuh tersebut belum pernah saya capai. Waktu tempuh biasanya 2 Jam 30an menit itu ditambah dengan waktu istirahat di sebuah warung. Biasanya saya akan beristirahat di KM. 57, di sebuah warung yang menjadi langganan selama melakukan perjalan rute Sambal. Warung sederhana yang biasa saya sebut warung Kai, karena yang mengelolanya biasa saya panggil kai tapi kini sang kai telah meninggal dunia dilanjutkan sama nenek dan anaknya yang sekaligus sebgai penjaga bangunan tower di belakang warung mereka. 
    Sebenarnya warung tersebut tidak mesti saya gunakan untuk beristirahat selama melakukan perjalanan, SPBU yang berda di sepanjang jalan Sambal juga saya gunakan untuk beristirahat jika saat-saat tertentu harus mengisi bahan bakar motor roda dua. SPBU di sepanjang rute Sambal juga menyediakan tempat istirahat,toilet, warung dan tempat untuk melakukan ibadah.
Baca Juga: Sebotol Air Pembuka Cerita
     Motor hitam ini pun telah siap untuk berjalan menempuh jalan rute Sambal, rute yang menjadi andalan jika harus berangkat ke Balikpapan (Gn. Tembak). Tidak ada perasaan yang aneh, kecuali kaki saya yang masih sedikit terasa sakit setelah beberapa hari sebelumnya mendapatkan serangan penyakit “lucu”. Kenapa lucu? Karena saya juga bingung kenapa saya bisa mendapatkan sakit tersebut beberapa hari sebelumnya. 
    Rata-rata kecepatan kendaraan roda dua yang saya gunakan berkisar di antaa 70-90 Km/jam, kadang juga bisa diatas kecepatan 100 Km/jam jika ada sesuatu yang harus saya kerjakan dengan cepat. Tapi kecepatan diatas 100 Km/jam sangat jarang, mengingat kecepatan tersebut sangat beresiko. Dari rumah sampai daerah Km 5 saya menggunakan kecepatan yang standart diantara 40 – 60 Km/Jam, lepas daerah Km. 5 arah Samarinda barulah saya mulai menaikkan kecepatan motor saya. 
   Selama perjalanan untuk menghilangkan kantuk biasanya saya akan sedikit bernyanyi atau memakan permen agar tetap fokus selama mengendarai roda dua. Hal yang jarang saya lakukan untuk tetap fokus selama dalam perjalanan adalah mendengarkan musik dengan menggunakan headset dari smartphone. Seperti tips dari beberapa pengendara lainnya yang ketemu. Jika menggunakan headset takutnya saya tidak mendengarkan klakson dari pengendara di belakang yang ingin mendahului. 
  Tanpa ada tanda-tanda sebelumnya, seperti yang kebanyakan orang bilang jika akan medapatkan kecelakan. Memasuki kawasan Hutan Bukit Suharto yang terkenal ini kecepatan tetap normal seperti biasanya diatas kecepatan 70 Km/jam. Sambil tetap bernyanyi untuk tetap fokus yang biasa saya lakukan untuk menghilangkan kantuk dan tetap konsentrasi dalam perjalanan selama ini. Setelah melewati Warung Tuak di kawasan Bukit Suharto yang biasa juga digunakan oleh pengendara roda dua lainnya untuk melakukan istirahat kejadian itu pun terjadi. 
    Lepas belokan kanan jalan menurun yang berbentuk cekungan lalu sedikit tikungan naik ke arah kiri kejadian paling menakutkan setiap pengendara roda dua terjadi. Motor lepas kendali keluar jalur aspal utama. Saat ban depan motor keluar badan jalan aspal utama saya masih ingat semua dan berusaha untuk tetap menguasai stang motor agar kembali memasuki badan jalan kembali tetapi lubang yang berada di pinggir jalan membuat motor oleng. Badan jalan yang agak tinggi karena ada lubang di pinggir jalan tersebut membuat motor gagal naik kembali ke jalan dengan posisi normal. 
      Motor terhempas ke jalan dengan keras, sedangkan saya masih tetap memegangi stang motor agar posisi motor tidak terlalu liar diatas jalan takut jika ada kendaraan lain muncul dari arah yang berlawanan. Hempasan keras badan ke tangki motor yang saya rasakan di jalan membuat luka memar di bagian dada. Sebagaian badan juga terasa sakit, bahkan tangan kanan saya terluka sedikit akibat terseret di jalan. Saat kejadian suasana jalan Sambal agak sepi, selang beberapa saat ketika terjatuh ada mobil yang melintas dan memberikan pertolongan kepada saya untuk membantu memindahkan posisi motor ke pinggir jalan agar tidak menghalangi pengendara lainnya. 
     Memadangi motor yang bagian depannya rusak bahkan posisi stang tidak pada posisinya seperti semula membuat saya berpikir bagaimana membawa motor ini kembali ke rumah, sembari sedikit menahan sakit di bagian dada saya dan melihat kondisi badan kembali. Melihat kembali jeans yang sobek di daerah lututnya, jaket sedikit robek di bagian tanan kanan akibat gesekan di aspal. Lutut ternyata kembali mengalami cedera, bahu kanan terasa sakit sekali serta bagian dada juga sakit akibat benturan dengan tangki motor. 
     Menghubungi orang terdekat adalah kewajiban bagi saya ketika mendapati masalah saat dalam perjalanan, ini sangat penting agar mereka tidak merasa kalut dan was-was akan kondisi kita saat terjadi kecelakaan di jalan. Memberitahukan bahwa kondisi saya baik-baik saja dan bisa kembali pulang dengan menggunakan motor ini lagi 
Motor saya hidupkan, semua fungsi kembali menyala dengan normal. Injektor berfungsi dengan baik, lampu depan belakang masih berfungsi, lampu “reting” kanan-kiri juga masih menyala walau yang depan sudah patah semua. Rem dan ban semua kondisinya bagus cuma posisi stang yang tidak lagi “senter” seprti motor normal biasanya. 
     Kecelakaan yang lumayan mengerikan ini kembali terjadi lagi setelah bebrapa tahun yang lalu saya juga mengalami kecelakaan tunggal,semuanya terjadi pada siang hari juga. Dulu saya juga mengalami kecelakaan yang hebat di tikungan kawasan jalan Samarinda pada saat kondisi sedang hujan. Kini kecelakaan sperti yang dulu pun terjadi lagi saat ini, di siang hari cuma kondisi saat ini panas terik tidak ada hujan seperti kejadian dulu. 
    Setelah dirasa cukup terkumpul tenaga, saya kembali memulai perjalanan untuk pulang sambil terus berpikir dan bertanya “kenapa kecelakaan ini bisa terjadi?” sebuah pertanyaan yang sederhana namun sangat malu untuk di temukan jawabannya. Sesekali berdendang kembali selama dalam perjalanan pulang, menyanyikan sebaris lirik lagu yang begitu viral saat ini

" Entah apa yang merasukiku,.....”

    Yupz,..semua telah terjadi, hari minggu 27 Okteber 2019 akan dikenang menjadi hari dimana sebuah kejadian “Anu” kembali terjadi. 








Tidak ada komentar:

Posting Komentar